Demikian disampaikan Ketua Yayasan Dwijendra Denpasar Drs. Ida Bagus Wiyana, di Denpasar. Ia mengatakan masyarakat Bali mengalami transisi dari agricultural urban atau kehidupan masyarakat agraris menuju kehidupan masyarakat industri akibat pesatnya perkembangan pariwisata. Dengan kondisi itu ada perubahan paradigma pola pikir masyarakat Bali mengikuti pola pikir dunia industri pariwisata yang menghalalkan segala cara. Terjadilah pembangunan pariwisata Bali menghalalkan segala cara dengan mengabaikan aspek-aspek budaya atau pariwisata budaya.
Kondisi itu dikhawatirkan menyebabkan karakteristik Bali hilang, sehingga Bali bisa berada di ambang kehancuran. Untuk itu diperlukan pemimpin Bali yang mumpuni yang mampu mendeteksi perubahan tersebut dan mengantisipasi dampak negatifnya serta memiliki pemikiran seperti para pendahulunya pada zaman kerajaan yang mampu membawa nilai keluhuran dan spirit bagi Bali.
Ditambahkannya, Bali tidak memiliki sumber daya alam melimpah, namun memiliki potensi dari segi berbagai komponen yang ada sumber daya manusianya. Untuk itu diperlukan pemimpin Bali yang mampu menyatukan segala potensi dan komponen masyarakat untuk bersama-sama membangun Bali. Semua potensi dan komponen yang ada, baik akademisi, agawawan, tokoh adat, praktisi, dan kalangan pengusaha harus dirangkul untuk membangun Bali, sehingga tidak ada satu pun yang ditinggalkan. Pemimpin Bali jangan sampai bergaya preman dalam memimpin dengan mementingkan ego pribadi dan menghalalkan segala cara untuk melanggengkan kekuasaan. ''Pemimpin Bali jangan mengedepankan sikap-sikap premanisme yang mengahalalkan segala cara. Kalau itu terus terjadi, itu artinya pemimpin Bali tidak mau mendengar bagaimana keluhan masyarakat Bali yang sangat membutuhkan kepemimpinan yang mau menyerap aspirasi rakyat,'' ujarnya.
Ketua Umum Forum Kerukunan Umat Beragama Bali ini menambahkan, pemimpin Bali jangan sampai memilah-milah masyarakat Bali dari segi kelompok atau klan warga. Pemimpin Bali harus mampu berdiri di tengah-tengah keanekaragaman itu. Pemimpin Bali jangan sampai hanya mementingkan kepentingan konstituennya, tetapi kepentingan seluruh rakyatnya yang harus dikedepankan. Selain itu, pemimpin Bali jangan menjadi pemimpin kagetan atau pemimpin karbitan, artinya belum siap menjadi pemimpin tetapi memberanikan dan memaksakan diri menjadi pemimpin dengan menghalalkan segala cara untuk mengejar jabatan. Pemimpin Bali tidak boleh hanya mencari makan seperti pemimpin saat ini.
Pemimpin Bali haruslah berkarisma dan menjadi pemimpin yang dibutuhkan rakyat, sehingga ketika pemilu pemimpin Bali tidak harus keluar banyak uang untuk membeli suara. Jika seseorang mengeluarkan biaya terlalu banyak untuk mendapat suatu tampuk kepemimpinan maka ketika dia menjabat hal pertama yang dipikirkan bukan kesejahtean rakyat tetapi bagaimana mengembalikan modal kampanye. Pemimpin seperti itu artinya tamaru -- tak mau rugi.