Repost dari Fajar Timur.
Beritafajartimur.com (Denpasar)
Masih dalam rangkaian upacara Piodalan Pedudusan Alit lan Karya Ngenteg Linggih Pura Mahawidya Dwijasrama Dwijendra, pada Selasa (12/11) yang diawali upacara mecaru, maka hari ini, Jumat (15/11) dilaksanakan prosesi Nyenuk dengan melibatkan seluruh civitas akademika Yayasan Dwijendra. Upacara ini dilaksanakan di halaman dalam Perguruan Dwijendra Pusat Denpasar dan dipuput oleh dua orang Pedanda, masing-masing: Ida Pedanda Wayahan Wanasari dari Gria Sanur dan Ida Pedanda Magelung dari Gria Grana Petang.
Masih dalam rangkaian upacara Piodalan Pedudusan Alit lan Karya Ngenteg Linggih Pura Mahawidya Dwijasrama Dwijendra, pada Selasa (12/11) yang diawali upacara mecaru, maka hari ini, Jumat (15/11) dilaksanakan prosesi Nyenuk dengan melibatkan seluruh civitas akademika Yayasan Dwijendra. Upacara ini dilaksanakan di halaman dalam Perguruan Dwijendra Pusat Denpasar dan dipuput oleh dua orang Pedanda, masing-masing: Ida Pedanda Wayahan Wanasari dari Gria Sanur dan Ida Pedanda Magelung dari Gria Grana Petang.
Wakil Rektor II Universitas Dwijendra, Drs. I Made Sila, M.Pd
yang juga panitia Karya Pedudusan Alit lan Ngenteg Linggih Pura
Mahawidya Dwijasrama Dwijendra mengatakan upacara Nyenuk ini sebenarnya
dimaknai sebagai simbol kedatangan para dewa-dewi turun dari kahyangan
untuk memberikan waranugraha atau anugrahnya
kepada umatnya agar upacara yang sudah dijalankan bisa berjalan lancar dan sukses.
kepada umatnya agar upacara yang sudah dijalankan bisa berjalan lancar dan sukses.
“Upacara Nyenuk hari ini merupakan rangkaian upacara sebelumnya yang
diawali dengan mecaru dan karya Ngenteg Linggih. Dan hari ini nyomia
sara butha atau sara kala supaya kita dalam keadaan suka ria dan
bergembira menyambut dewa-dewi. Ini dimaknai dengan 9 Penjuru Mata Angin
atau diistilahkan dengan Dewata Nawa Sanga yang diiringi dengan tarian
Rejang Renteng dan Rejang Dewa,” terangnya.
Dikatakan, upacara Nyenuk yang diistilahkan dengan simbol Dewata Nawa
Sanga ini menggunakan busana warna warni. Timur pakai warna putih (dewa
Siwa), Barat, warna Kuning (Mahadewa), Utara, warna hitam (Wisnu), dan
Selatan, warna Merah (Brahma). Dimana, dari masing-masing pengiringnya
ada yang memikul tebu dilengkapi pale bungkah pale gantung (hasil bumi)
sebagai simbol para dewata membawa hasil bumi untuk sarana upacara.
Busana Dewata Nawa Sanga yang diperankan ini hanya mengenakan kain
terbalut sampai ke dada dan destar.
“Suasana upacara Nyenuk ini benar-benar khidmad ketika Dalem Sidakarya menyambut Dewata Nawa Sanga.Setelah upacara Nyenuk akan dilanjutkan upacara Nyineb,” ucapnya.
Sementara itu, Ketua Yayasan Dwijendra Dr. I Ketut Wirawan, SH,
M.Hum., mengatakan bahwa dengan selesainya upacara yang diadakan dalam
jangka waktu paling kurang 15 tahun sekali ini merupakan bukti kesiapan
Civitas Akademika di lingkungan Yayasan Dwijendra untuk menyongsong masa
depan yang lebih baik bahkan maju.
“Sebab secara niskala kita sudah melaksanakan upacara ini secara
baik. Dengan harapan, semua komponen yang ada bisa bersinergi, bahu
membahu dalam memajukan Dwijendra saat ini maupun masa mendatang. Tidak
perlu lagi satu sama lain saling menyalahkan dan saling menghambat.
Karena itu, mari kita saling mengampuni dan memaafkan. Jika ini sudah
selesai, tentunya kita ciptakan kondisi yang senyaman mungkin demi
kemajuan bersama,”harap Wirawan.(BFT/DPS/Donny Parera)
0 comments:
Posting Komentar